Sifat Kepemimpinan
Sifat pemimpin sangat tepat
digunakan sebagai kriteria untuk mengukur kualitas kepemimpinannya. Jadi sukses
atau gagalnya kepemimpinan dapat dilihat dari sifat pemimpinnya. Semakin baik
sifat pemimpinnya maka semakin baik hasil kepemimpinan yang didapat, begitu
juga sebaliknya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sifat adalah ciri khas
yang ada pada sesuatu. Maka untuk mewujudkan kesuksesan dalam kepemimpinan
diperlukan suatu sifat-sifat kepemimpinan yang baik secara universal.
a. Kecerdasan
(Intellegence)
Stogdill menemukan suatu kecenderungan umum
yang menunjukkan bahwa pemimpin lebih cerdas dari pengikutnya. Meliputi
pertimbangan, ketegasan, pengetahuan, dan kefasihan berbicara.
b. Kepribadian
(Personality)
Sifat kepribadian seperti keuletan,
orisinalitas, integritas pribadi, kepercayaan diri, kemampuan adaptasi,
kewaspadaan, kreativitas, keseimbangan dan pengendalian emosional, serta
mandiri berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif.
c. Karakteristik
Fisik (Physical Characteristics)
Studi tentang hubungan antara kepemimpinan
yang efektif dengan karakteristik fisik seperti umur, tinggi, berat badan, dan
penampilan mengungkapkan hasil yang bertentangan. Tubuh yang terlalu tinggi dan
terlalu berat dibanding rata – rata kelompok tentunya tidak menguntungkan untuk
mencapai posisi kepemimpinan. Akan tetapi, banyak juga organisasi yang
membutuhkan orang dengan fisik yang besar untuk menjamin kepatuhan pengikutnya.
d. Kemampuan
Supervisi
Kemampuan supervisi didefinisikan sebagai
pendayagunaan segala bentuk praktek supervisi secara efektif ditunjukkan oleh
persyaratan situasi tertentu. Meliputi, kemampuan memperoleh kerja sama, kerja
sama, popularitas dan prestige, kemampuan
bergaul, partisipasi sosial, dan bijaksana (Gibson : 1985).
Kelemahan dari
pendekatan menurut sifat ini adalah tidak menyediakan gambaran tentang apa yang
dilakukan pemimpin yang efektif pada pekerjaan yang bersangkutan.
Gaya Kepemimpinan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gaya adalah
sikap; gerakan; tingkah laku. Menurut Mondy Mondy (1991) dalam buku “Management Concepts, Practices, and Skills”,
terdapat 4 dasar gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam memimpin yaitu
otokratis, parsitipatif, demokratis dan laissez-faire.
1.
Gaya Otokratis
“..
is a leader who tells subordinates what to do and expects to be obeyed without
question.”
Pemimpin
dengan gaya kepemimpinan seperti ini memusatkan segala keputusan dan kebijakan
diambil dari dirinya secara penuh. Semua bawahan harus mematuhi dan menerima
perintah pemimpin tanpa banyak bertanya.
2.
Gaya Partisipatif
“..
is a leader who involves subordinates in decision making but may retain the
final authority.”
Dalam
mengambil keputusan, pemimpin juga membuka kesempatan bagi anak buahnya untuk
menentukan keputusan terakhir.
3.
Gaya Demokratis
“..
is a person who tries to do what the majority of subordinates desire.”
Dalam
kepemimpinan ini, pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para
bawahan dan selalu mengutamakan kerja tim dalam menyelesaikan suatu masalah.
Terjadi banyak komunikasi dua arah antara pemimpin dan bawahan. Selain itu,
bawahan juga dapat bekerja dengan mudah karena pemimpin menginformasikan dengan
jelas tugas-tugas bawahannya.
4.
Gaya Laissez-Faire
“..
is a leader who is uninvolved in the work of the unit.”
Gaya
kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari gaya kepemimpinan otokratis. Disini,
pemimpin hanya terlibat dalam kuantitas kecil, jadi para bawahanlah yang aktif
menentukan tujuan dan penyelesaian masalah. Gaya kepemimpinan ini merupakan
gaya yang memberikan kebebasan berekspresi paling besar bagi bawahan.
Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang
berbeda-beda. Perbedaan gaya kepemimpinan tersebut tidak semata-mata karena
watak dari pemimpin. Gaya kepemimpinan merupakan wujud dari usaha pemimpin
untuk menghadapi anak buahnya yang sangat bervariasi pemikiran dan tingkah
lakunya.
Mondy (1991) juga menjelaskan bahwa ada pula empat
macam pengelompokan gaya kepemimpinan yang dapat diikuti. Gaya kepemimpinan
tersebut adalah S1-Telling, S2-Selling, S3-Participating dan S4-Delegating.
Masing-masing dari gaya kepemimpinan tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan
yang juga merupakan pembeda dari setiap gaya kepemimpinan.
1.
S1
(Telling)
Gaya kepemimpinan ini sangat senang
mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan atau bertukar pikiran dengan anak
buahnya. Pemimpin bergaya ini selalu memberikan instruksi yang jelas lalu
mengawasi secara ketat anak buahnya serta selalu memberikan penilaian tersendiri
pada mereka. Jadi pemimpin ini selalu ingin tahu apakah instruksinya sudah
dilaksanakan dengan baik atau tidak. Ciri-ciri khusus dari gaya kepemimpinan
ini yaitu:
With the S1 (telling) high-task,
low-relationship leadership style, the leader uses one-way communication,
defining the objectives and roles of employees and telling employees what, how,
when and where to do the work. This style is appropriate for managers dealing
with subordinates who lack-relevant readiness¾for
ex-sample, those who are relatively new an inexperienced (Mondy,
1991).
Maksud dari pernyataan di atas yaitu
gaya kepemimpinan ini menggunakan komunikasi satu arah, jarang terjadi hubungan
yang erat antara pemimpin dan anak buahnya serta hanya memberikan tugas-tugas
kepada anak buahnya. Pemimpin seperti ini selalu memperlihatkan apa yang dia
inginkan dengan jelas. Hal ini tentunya sangat menguntungkan anak buahnya
karena mereka akan tahu apa, bagaimana, kapan dan dimana tugas mereka harus
dikerjakan. Namun hal ini juga mengakibatkan rasa ketergantungan yang tinggi
anak buah terhadap pemimpinnya. Karena pimpinan mendominasi semua persoalan
maka ide dan gagasan anak buah tidak berkembang karena komunikasi satu arah
yang dilakukan pemimpinnya. Gaya kepemimpinan seperti ini sangat cocok untuk untuk
menghadapi anak buah yang baru bergabung dan memiliki pengalaman serta
kemampuan yang terbatas.
2.
S2
(Selling)
Pemimpin bergaya seperti ini melibatkan
anak buahnya dalam pengambilan keputusan. Pemimpin tidak hanya membagi
persoalannya dengan anak buahnya namun ia juga bersedia mendengarkan apa yang
menjadi persoalan anak buahnya. Gaya kepemimpinan ini juga masih menonjolkan
kejelasan pemimpin dalam memberikan instruksi meskipun tidak sekaku gaya
kepemimpinan S1-telling.
Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini
adalah mengurangi ketergantungan anak buah terhadap pemimpinnya. Keputusan yang
diambil pemimpin akan lebih mewakili tim daripada emosi pribadi pemimpin. Namun
efisiensi yang tinggi dalam setiap pengambilan keputusan sulit untuk tercapai.
Hal ini karena dibutuhkan waktu yang lebih untuk pembicaraan suatu masalah
antara pemimpin dan anak buahnya. Gaya kepemimpinan ini sangat cocok untuk
memimpin orang yang respek terhadap kemampuan maupun posisi pemimpin dan
memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja sesuai harapan pemimpin namun
dengan kemampuan yang terbatas.
3.
S3
(Participating)
Salah satu ciri dari gaya kepemimpinan
ini adalah kesediaan pemimpin untuk memberikan tanggung jawab dan kesempatan
lebih bagi anak buahnya. Selain itu pemimpin bergaya seperti ini juga
memberikan dukungan penuh mengenai apa yang mereka perlukan. Situasi seperti
ini tentunya akan mendorong anak buah untuk berkembang dan memacu kreativitas.
As employees exhibit an increase in
task-relevant readiness¾as
they become more experienced and skilled, as well as more achievement-motivated
and more willing to assume responsibility¾the
leader should reduce the amount of task be-havior but continue the high level
of emotional support and consideration. Continuing a high level of relationship behavior is the manager’s way of
reinforcing the em-ployees’ responsible performance. Thus, the S3
(participating) high-relationship and low-task behavior becomes the appropriate
leadership style (Mondy, 1991).
Maksudnya, ketika anak buah sudah
memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih maka pemimpin bisa mengurangi
instruksi untuk melaksanakan tugas-tugas. Demikian juga terhadap anak buah yang
bermotivasi tinggi serta sangat responsif terhadap pemimpin maka tidak perlu
memberikan instruksi yang berlebihan. Namun dukungan emosional dari pemimpin
harus tetap dijalankan agar tercipta suasana yang menyenangkan dalam bekerja.
Gaya kepemiimpinan ini memiliki kelemahan yaitu diperlukan waktu yang lebih
lama dalam setiap pengambilan keputusan. Jadi pemimpin harus selalu
mennyediakan wakttu yang lebih banyak untuk berdiskusi dengan anak buahnya.
4.
S4
(Delegating)
The S4 (delegating)
low-relationship, low-task leadership style goes with the highest level of
follower readiness. In this stage, the employees are at a high level of
task-relevant readiness. They are skilled and experienced, possess of a high
level of achievement motivation, and are capable of exercising self-control. At
this point, they no longer need or expect a high level of task behavior from
their leader (Mondy,1991).
Maksudnya
adalah dalam gaya kepemimpinan ini pemimpin tidak perlu lagi memberikan
instruksi maupun dukungan emosional yang berlebihan kepada anak buahnya. Hal
ini dikarenakan mereka sangat responsif dan tanggung jawab tinggi terhadap tugas
mereka sendiri. Selain itu mereka juga sudah sangat berpengalaman dan memiliki
kemampuan yang sangat bagus. Sehingga mereka tidak membutuhkan perintah yang
diperjelas dari pemimpin mereka karena mereka bisa mengontrol diri mereka
sendiri.
Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini
adalah anak buah sangat kreatif dan berkembang. Mereka merasa memiliki semua
tugas yang tentu saja akan meringankan beban pemimpin. Selain itu pemimpin juga
lebih mempunyai banyak waktu untuk memikirkan hal-hal lain yang memerlukan perhatian
lebih besar. Sedangkan kekurangan dari gaya kepemimpinan ini adalah saat anak
buah membutuhkan keterlibatan pemimpin untuk menyelesaikan suatu masalah, maka
ada kecenderungan pemimpin akan mengembalikan persoalan tersebut pada anak
buahnya meskipun sebenarnya itu tugas pemimpin. Jadi sering terjadi kerancuan
dalam pembagian tugas.
Tipe Kepemimpinan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tipe adalah
model; corak; contoh. Tipe kepemimpinan dalam buku “Pemimpin dan Kepemimpinan:
Apakah Pemimpin Abnormal itu?”, Kartono (1994)
menyebutkan bahwa ada delapan tipe, yaitu:
1.
Tipe kharismatis
2.
Tipe paternalistis
3.
Tipe militeristis
4.
Tipe otokratis
5.
Tipe laisser faire
6.
Tipe populistis
7.
Tipe administrative
8.
Tipe demokratis.
1.
Tipe
Kharismatis
Tipe pemimpin ini memiliki totalitas kepribadian
yang memancarkan pengaruh dan daya tarik yang luar biasa. Ia mempunyai keahlian
untuk untuk mempengaruhi orang lain. Pemimpin bertipe seperti ini banyak
memberi inspirasi, keberanian dan berkeyakinan yang teguh. Keadaan tersebut
membuatnya mempunyai banyak pengikut dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya.
Tokoh-tokoh besar yang memiliki tipe kepemimpinan semacam ini antara lain
Jengis Khan, Hitler, Gandhi, John F. Kennedy, Soekarno dan lain-lain.
2.
Tipe
Paternalistis
Yaitu tipe kepemimpinan yang lebih seperti sifat
bapak kepada anaknya. Pemimpin seperti ini menganggap semua anak buahnya belum
dewasa sehingga tidak memperbolehkan anak buahnya mengambil keputusan sendiri.
Imajinasi dan kreativitas anak buahnya juga tidak berkembang dengan baik.
Sikapnya yang melindungi anak buahnya jugaa sangat berlebihan. Selain itu
pemimpin bertipe ini selalu bersikap seolah-olah dialah yang maha tahu dan maha
benar.
3.
Tipe
Militeristis
Tipe kepemimpinan ini bersifat seolah-olah merupakan
kepemimpinan dalam organisasi militer. Pemimpin bertipe ini sangat kaku dan
kurang bijaksana. Ia memenghendaki kepatuhan dan disiplin mutlak dari anak
buahnya. Saran dan kritikan dari anak buah tidah bisa ia terima. Jadi
komunikasi hanya berlangsung satu arah saja.
4.
Tipe
Otokratis
Otokrat berasal dari perkataan autos = sendiri, kratos =
kekuasaan, kekuatan. Jadi otokrat berarti: kekuasaan
absolut. Tipe ini mendasarkan pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus
dipenuhi. Anak buah tidak mendapat informasi yang detail menenai tugas maupun
tindakan yang harus dilakukan. Ia selalu menyisihakan diri dari anak buahnya
karena ia merasa derajatnya lebih tinggi. Jadi pemimpin bertipe ini ingin
berkuasa secara absolute, tunggal dan merajai keadaan.
5.
Tipe
Laisser Faire
Pemimpin bertipe ini hanyalah sebagai simbol. Ia
tidak punya kemampuan teknis untuk memimpin. Pemimpin ini tidak bisa
menciptakan suasana kerja yang kondusif. Ia juga tidak bisa mengontrol kerja
anak buahnya. Dia membiarkan orang yang dipimpinnya bekerja semau hatinya. Akibatnya
pemimpin ini tidak mempunyai wibawa di mata anak buahnya.
6.
Tipe
Populistis
Tipe kepemimpinan seperti ini berusaha untuk
menghindari pemaksaan maupun penindasan. Kepemimpinan ini berpegang teguh pada
nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Kepemimpinan ini menuntut kemandirian
dan tidak bergantung pada pihak luar. Dan akhirnya kepemimpinan tipe ini dapat
membangun solidaritas yang erat antar anggota kelompok.
7.
Tipe
Administratif
Kepemimpinan yang bertipe semacam ini mampu
menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpin bertipe ini
merupakan teknokrat maupun administrator yang mampu menggerakkan dinamika
modernisasi dan pembangunan. Selanjutnya dari tipe kepemimpinan ini akan ada
perkembangan teknis dan perkembangan sosial di lingkungan kerja.
8.
Tipe
Demokratis
Tipe kepemimpinan ini berorientasi pada manusia.
Pada kepemimpinan ini terdapat koordinasi pekerjaan pada semua anak buah. Tipe
ini lebih menekankan pada rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan
kerjasama yang baik. Sebenarnya kekuatan kepemimpinan ini bukan pada
pemimpinnya tetapi pada partisipasi aktif setiap sumber daya manusia, potensi
dari setiap individu sangat dihargai. Pemimpin yang bertipe kepemimpinan
seperti ini selalu mau mendengarkkan kritik dan usulan anak buahnya. Pemimpin
ini juga pandai memaksimalkan pemanfaatan kapasitas setiap anak buahnya pada
saat yang tepat.
note : dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar